Monday, May 20, 2013

Pondasi Rumah Tangga (1)

Pondasi Rumah Tangga (1)

Saat perjalanan dari bandara Soekarno Hata menuju rumah semalam, saya membuat kultwit tentang rumah tangga. Apa yang saya sampaikan melalui twitter tersebut dipengaruhi perjumpaan saya dengan konsultan keluarga @Noveldy dan keluarga harmonis Satria Putra dan istrinya Rahmi Salviviani di Pekanbaru, Riau. Beberapa ilmu yang saya peroleh dari mereka intisarinya saya tuangkan dalam kultwit tersebut.
Di tengah-tengah kultwit, ada yang bertanya, “Apakah kek Jamil pernah konflik dengan istri? Bagaimana agar keluarga kita bebas dari konflik?” Perlu saya sampaikan, saya tentu pernah konflik dengan istri. Dan uniknya, usai terjadi konflik kami justru semakin mesra.
Konflik tak perlu diniatkan. Tetapi pastilah dalam kehidupan terkadang kita punya ego, ide dan pendapat yang berbeda dengan pasangan hidup kita. Tuangkanlah walau mungkin menimbulkan konflik. Jangan pernah enggan berbeda pendapat dengan pasangan hidup hanya karena khawatir terjadi konflik, itu akan sangat berbahaya di kemudian hari.
Bagaimana agar konflik bisa dikelola? Saran saya, milikilah pondasi keluarga yang kuat. Setiap keluarga pondasinya boleh jadi berbeda-beda. Saya akan berbagi tentang pondasi di keluarga saya dan semoga bisa menginspirasi Anda.
Pondasi pertama, jadikan iman sebagai imam. Agar kami punya arah dan pegangan yang jelas maka kami menjadikan ajaran agama sebagai panduan menyelesaikan berbagai macam konflik di dalam keluarga. Baik dan buruk, salah dan benar di dalam keluarga ukurannya adalah ajaran agama. Sebagai suami, sayapun harus tunduk kepada istri dan anak-anak bila mereka memiliki alasan (dalil) yang lebih kuat dibandingkan saya.
Misalnya dalam urusan nafkah, agama yang saya anut mengajarkan bahwa mencari nafkah adalah tanggungjawab suami. Maka saya tidak pernah meminta penghasilan istri sedikitpun. Apabila saya menggunakan uang istri, itu statusnya pinjam yang harus saya kembalikan. Istri saya berhak marah apabila saya ingkar janji tidak membayar hutang. Dalam kondisi seperti ini, saya harus diam karena memang saya bersalah.
Pondasi kedua, suami adalah pemimpin dalam keluarga. Sebagai pemimpin, saya harus terus belajar memberikan arah yang benar. Setiap saat menyediakan telinganya untuk mendengar, menyediakan dadanya untuk bersandar dan menyadari betul bahwa nasihat terbaik adalah teladan. Sebagai pemimpin, saya pun harus terus melatih diri untuk bisa menyerap aspirasi dan membaca suara hati anak dan istri.
Selain memberikan arah dan mengambil keputusan, pemimpin itu tugasnya melayani bukan menuntut untuk dilayani. Dalam urusan ini, saya memang harus terus belajar dengan istri. Karena faktanya istri lebih banyak melayani saya dibandingkan saya melayani dan memanjakannya. Terkadang saya malu pada istri dan diri sendiri, betapa saya masih jauh dari sempurna.
Apalagi pondasi berikutnya? Kita lanjutkan besok, ya…
Salam SuksesMulia!
Ingin ngobrol dengan saya? Follow saya di twitter: @jamilazzaini


No comments:

Post a Comment